BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Puasa
merupakan amalan-amalan ibadah yang
tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga dijalankan pada masa umat-umat
terdahulu.bagi orang yang beriman ibadah puasa merupakan salah satu sarana
penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan
dosa-dosa, pelipatgandaan pahala kebaikan,dan pengangkatan derajat. Allah telah
menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara amal-amal ibadah
lainnya. Puasa difungsikan sebagai benteng yang kukuh yang dapat menjaga
manusia dari bujuk rayu setan. Dengan puasa syahwat yang bersemayam dalam diri
manusia akan terkekang sehingga manusia tidak lagi menjadi budak nafsu tetapi
manusia akan menjadi majikannya.
Allah
memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang diciptakan
tidaka ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti demi
kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut ibadah puasa mempunyai
manfaat yang sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari segi rohani
tetapi juga dalam segi lahiri. Barang siapa yang melakukannya dengan ikhlas dan
sesuai dengan aturan maka akan diberi ganjaran yang besar oleh allah.
Puasa
mempunyai pengaruh menyeluruh baik secara individu maupun masyarakat dalam
hadits telah disebutkan hal-hal yang terkait dengan puasa seperti halnya
mengenai kesehatan, dan lain sebagainya. Dalam menjalankan puasa secara tidak
langsung telah diajarkan perilaku-perilaku yang baik seperti halnya sabar, bisa
mengendalikan diri dan mempunyai tingkah laku yang baik.
B. RUMUSAN MASALAH
- Apa hakikat puasa?
- Apa hal-hal yang membatalkan puasa?
- Apa hari-hari yang dilarang puasa?
- Siapa orang yang mendapatkan keringanan untuk tidak puasa?
- Apa hikmah puasa?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Hakikat Puasa
A.
Pengertian
puasa
Puasa
menurut bahasa berarti menahan atau mencegah. Sedangkan menurut syara’ adalah
suatu amal-amal ibadah yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari segala
sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam mtahari
disertai niat kareena allah dengan syarat dan rukun tertentu[1].
B.
Syarat
wajib dan sah puasa
1.
Syarat
wajib puasa
a.
Islam
Orang
kafir tidak berkewajiban berpuasa, karena puasa adalah suatu ibadah sedangkan
orang kafir bukanlah ahli ibadah, karenanya tidak berkewajiban berpuasa. Kalau
orang kafir berpuasa maka puasanya tidak sah[2].
b.
Berakal
Orang
gila tidak wajib berpuasa
c.
Baligh
Orang
yang sudah berusia 15 tahun (qamariah) atau telah ada tanda-tanda baligh yang
lain, seperti keluar mani bagi laki-laki, atau keluar darah haid bagi perempuan
yang berumur sekurang-kurangnya sembilan tahun (qamariah). Maka anak-anak tidak
wajib berpuasa.
d.
Mampu
berpuasa
Orang
yang lemah karena terlalu tua atau sakit yang dapat membawa madarat pada
dirinya dengan sebab berpuasa, maka tidak diwajibkan berpuasa baginya.
2.
Syarat
sah puasa
a.
Islam
b.
Mumayyiz
Mumayyiz
adalah orang yang sudah tahu membedakan antara suci dan kotornya sesuatu;
mengetahui cara,syarat dan sahnya suatu ibadah. Termasuk juga dalam hal ini
tahu menilai sesuatu itu bernilai atau tidak.
c.
Suci
dari haid dan nifas
Perempuan
yang sedang haid ataun nifas tidak sah berpuasa. Akan tetapi, dia diperintahkan
untuk mengganti jumlah puasa yang ditinggalkannya pada bulan yang lain.
d.
Dalam
waktu yang dibolehkan berpuasa[3].
C.
Rukun
puasa
1)
Niat
Niat
itu bersunber dari dalam lubuk hati orang yang akan berpuasa. Sebab itu, niat
yang hanya diucapkan secara lisan tidak dianggap sebagai niat.
Batas
waktu dari niat puasa para ulama fiqih berbeda pendapat. Imam Malik dan
Al-Laits bin Saad berpendapat bahwa niat hendaklah dilakukan pada malam hari
hingga terbit fajar, baik untuk puasa fardhu ataupun puasa sunnah.
menurut
pendapat Imam Syafi’I dan Imam Ahmad, waktu niat puasa fardhu adalah pada
sebagian malam. Sementara itu niat puasa sunnah boleh dilakukan pada waktu
malam hari atau siang hari.
Menurut
pendapat Imam Hanafi, waktu niat untuk puasa sunnah dan puasa fardhu yang
ditentukan waktunya boleh pada sebagian malam dan siang, yaitu sebelum
tergelincir matahari. Sedangkan untuk puasa yang tidak ditentukan waktunya,
niatnya adalah sebelum terbit fajar.
Oleh
karena itu jelaslah bahwa sebaik-baiknya niat dilakukan pada waktu malam hari
ini salah satu cara untuk mencegah kelupaan yang menjadi persoalan sekarang
adalah apakah cukup seseorang itu berniat satu malam saja? Atau apakah niat itu
wajib dilakukan setiap malam?
Menurut
pendapat pengikut mazhab Maliki dan Ishak, niat pada satu malam saja itu
daianggap sah, sehingga niat untuk malam-malam berikutnya tidak wajib, namun
disunnahkan untuk dilakukan.
Menrut
pendapat ulama mazhab Hanafi dan Syafi’i, serta jumhur ulama adalah wajib
hukumnya berniat pada setiap malam[4].
2)
Meninggalakan sesuatu yang membatalkan puasa
mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari[5].
2. Hal-hal yang membatalkan puasa
A. Hal-hal yang membatalkan puasa dan hanya
diwajibkan qadha :
1)
Muntah
dengan sengaja
Muntah
dengan sengaja itu dapat membatalkan puasa, walaupun tidak ada yang kembali
kedalam perut. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,
At-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwasanya nabi
Muhammad saw bersabda: “barang siapa yang tidak sengaja muntah maka tidak
diwajibkan mengqadha puasanya, dan barang siapa muntah dengan sengaja maka
harus mengqadha puasanya”[6].
2)
Mengeluarkan
sperma bukan melalui persetubuhan
Mengeluarkan
sperma bukan melalui persetbuhan dalam keadaan terjaga karena onani,
bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar sperma
karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluarnya tanpa disengaja[7].
Menurut
pendapat imam maliki dan imam ahmad, seandainya seseorang itu memandang
istrinya berulang kali, atau memikirkan sesuatu yang dapat mengakibatkan
keluarnya sperma, maka batallah puasanya. Sedangkan pengikut mazhab syafii dan
hanafi berpendapat hal itu tidak membatalkan puasa. Namun, jika sudah menjadi
kebiasaan bagi seseorang bila melakukan perbuatan tersebut keluar spermanya maka batallah puasanya.
Karena dia menurut pengikut kedua mazhab ini dianggap melakukan perbuatan itu
dengan sengaja sebagaimana orang yang mengeluarkan spermanya dengan melakukan
perbuatan yang tidak lazim.
Adapun
mengenai keluarkan mazi, tidak membatalkan puasa. Karena mazi sama dengan air
kencing.
Namun
demikian ada orang yang nafsu seksnya demikian besar, sehingga ia sulit
menuasai diri apabila melihat atau menyentuh perempuan. Kondisi ini dianggap
sebagai keganjilan (keluar dari hukum umum).
Menurut
ulama fiqih,kecuali ulama mazhab maliki,orang seperti itu tidak batal
puasanya,sekalipun keluar sperma.begitu juga halnya dengan keadaan seseorang
yang pikirannya senantiasa terarah kepada perempuan.tetapi kalu dia meneruskan
hayalannya terhadap perempuan sehingga keluar sperma,maka batal puasanya[8].
3)
Ragu
Seseorang
yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena mengira diperbolehkan,maka
batal puasanya,menurut pendapat imam yang empat dan sebagian ulama fiqih,orang
itu wajib mengqodha puasanya keadaan itu terjadi karena hal-hal berikut:
a. batal puasa orang yang sahur
karena ia mengira hari masih malam,padahal fajar sudah terbit.
b. batal puasa orang yang berbuka
karena ia mengira hari matahari sudah terbenam,padahal belum.
Bagi
orang yang ragu apakah matahari sudah terbit atau belumia boleh sahur sehingga
yakin bahwa matahari sudah terbit.dan orang yang ragu apakah matahari sudah
terbenam apa belum,tidak boleh berbuka sampai ia yakin bahwa matahari sudah
terbenam.
4)
meneruskan
makan,setelah makan karena lupa
Batal
puasa orang yang makan atau minum dalam keadaan terlupa,karena mengira
perbuatan itu membatalkan puasa,lantas dia meneruskan makan dan minum dengan
sengaja.ulama mazhab hanafi,syafi’I dan ahmad menganggap orang tersebut wajib
mengqodha puasanya.
5)
haid
dan nifas
Batal
puasa perempuan yang sedang haid atau nifas dan ia di wajibkan mengqodha puasa.
6)
murtad
Menurut
ijma ulama,batal puasa siapa saja yang murtad atau keluar agama islam dia wajib
mengqadha puasanya apabila kembali masuk islam.
7)
berubah
niat
Niat
puasa hendaklah dilakukan secara konsisten,sejak terbit fajar hingga
terbenamnya matahari seandainya seseorang itu berniat membatalkan
puasanya,kemudian memantapkan niatnya itu,maka batal puasanya dan wajib qadha[9].
B. Wajib qadha dan kafarat
1.bersetubuh
dengan sengaja
Barang
siapa yang melakukan persetubuhan pada siang hari pada bulan Ramadhan sedangkan
dia berpuasa dilakukan baik dari depan atau belakang.apakah keluar sperma atau
tidak,maka wajib atasnya qadha dan membayar kafarat.
Menurut
pendapat imam syafi’i,kafarat dikenakan atas orang yang menyetubuhi
saja,sedangkan orang yang di setubuhi tidak di kenakan kafarat.
Ulama
mazhab hanafi berpendapat kafarat juga diwajibkan kepada si istri seandainya
persetubuhan itu dilakukan atas ke inginannya.seandainya ia di paksa,dia tidak
diwajibkan kafarat.pendapat ini sama dengan pendapat pengikut mazhab maliki.
Ulama
mazhab hambali berpendapat wajib atas si istri membayar kafarat seandainya
persetubuhan tersebut dilakukan dengan keinginannya.seandainya si istri di
paksa melakukan persetubuhan,sebagian ulama mewajibkannya membayar
kafarat.sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa si istri tidak
wajib kafarat. Ia hanya wajib qadha ini merupakan kata sepakat sebagian besar
ulama.demikian juga halnya jika si istri sedang nyenyak tidur lalu di setubuhi
oleh suaminya,maka wajib si istri mengqadha puasanya dan tidak wajib kafarat[10].
3.
Hari-hari
yang dilarang puasa
A. diantara
Hari-hari yang dilarang puasa adlah sebagai berikut:
a. hari raya idul
fitri dan idul adha
hal ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oeh imam bukhori dan muslim, disebutkan bahwa:
“sesumgguhnya nabi muhammad saw melarang berpuasa di dua hari, hari raya idul
fitri dan idul adha”.
b. hari tasyrik
yaitu tiga hari pada
tanggal 11,12,13 dzul hijjah. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan
oeh imam muslim, dari nubaisyah al-hudzaili ra, ia berkata bahwa nabi muhammad saw
bersabda: “hari taysrik itu adalah hari makan, minum dan menyebutkan nama allah
SWT”[11].
c. puaswa dahr
puasa dahr
adalahpuasa sepanjang tahun. Puasa ini dilarang oleh syara' karena diantaranya
bersamaan waktunya dengan hari-hari yang diharamkan berpuasa, seperti hari raya
idul fitri, idul adha, serta hari tasyrik[12].
4.
orang
yang mendapatkan keringanan untuk tidak puasa
A.
diantara orang yang mendapatkan keringanan untuk tidak
puasa adalah:
a)
sakit
orang yang sakit dan
tidak mampu berpuasa, atau takut bertambah parah sakitnya, atau lambat sembuh
bila berpuasa, baik karena anggapannya sendiri ataupun nasihat seorang dokter,
menurut ijma ulama dibolehkan tidak berpuasa[13].
b)
musafir
boleh bagi musafir
yang berpuasa pada bulan ramadhan berbuka,seandainya musafir itu dalam jarak
dibolehkan mengqasar shalat[14].
c)
perempuan
yang mengandung dan menyusui anak
bagi perempuan yang
mengandung dan menyusui anak, dan terpaksa berbuka karena kawatir makan
keselamatan kanduungan dan bayinya, diwajibkan baginya mengqadha puasa dan
membayar fidyah satu mud sehari.seandainyakhawatir akan keselamatan diri dan
kandungan atau anaknya, mak hanya diwajibkan megqadha tidak diwjibkan membayar
fidyah[15].
d)
orang
yang sudah tua
orang yang usianya
tua sudah lemah sehingga tidak mampu lagi untuk berpuasa, atu lemah bukan
disebabkan usia tua tetapi karena pembawaannya. Orang ini boleh tidak puasa dan
bagginya wajib membayar fidyah. Pembayaran fidyah ini dengan cara memberikan
sedekah kepada fakir miskin untuk ukuran indonesia diperkirakan ¾ liter beras
setiap hari[16].
e)
keadaan
terpaksa
seseorang yang
diancam atau dipaksa akan dibunuh atau dipoting anggota badannya seandainya ia
berpuasa. Lalu dia berbuka karena takut, mak diharuskn baginya ber buka dan
wajib atasnya mengqadha puasa yang ditinggalkannya itu.
f)
takut
cacat akal
seseorang yang takut
cacat (melemah) aklnya karena terlalu lapar dan dahaga, dibolehkan baginya
berbuka[17].
5. HIKMAH PUASA
A. Hikmah puasa secara kejiwaan
adalah membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan , mengajari dan membantu
menguasai diri, serta mewujudkan dalam membentuk ketakwaan yang kokoh dalam
diri, yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama.
B. Hikmah puasa secara social adalah
membiasakan umat berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga
melahirkan perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong
mereka berbuat kebajikan sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan
dan kerusakan.
C. Hikmah puasa dari segi kesehatan
adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh
dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di
perut.
D. Mematahkan nafsu. Karena
berlebihan, baik dalam makan dan minum serta menggauli istri, bisa mendorong
nafsu berbuat kejahatan dan enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan
kelengahan.
E.
Mengosongkan
hati untuk berzikir dfan berfikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu sahwat di
turuti maka ia bisa mmenguraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi
hati untuk berzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda hanya
dengan perut yangkosong dari makanan dan minuman, ia menyebabkan hati bercahaya
dan lunak kekerasan hati akan menjadi sirna kemudian semata-mata akan
dimanfaatkan untuk berzikir dan berfikir.
F.
Orang
kaya akan menjadi tau seberapa nikmat allah atas cirinya. Allah mengarunianinya
nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak orang-orang miskin yang tidak
mendapat makanan dan minuman. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal
tersebut pada saat tertentu, srta rasa berat yang dihadapi karenanya, itu akan
mengigatkan dia kepada orang-orang yang sama sekali tidak dapat menikmatinya.
Ini akan mengharuskan dia mensyuuri nikmat allah atas dirinya berupa serba
kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasihan kepada saudaranya yang
memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
G. Mempersempit jalan aliran darah
yang merupakan jalan setan pada diri anak adam. Karena setan masuk kepada anak
adam melalui jalan aliran darah, dengan berpuasa maka dia aman dari gangguan
setan, serta kekuatan nafsu syahwat dan marah akan menjadi lumpuh. Karena itu
nabi muhammad saw menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi nafsu
syahwat nikah sehingga beliau memerintahkan orang-orang yang belum mampu
menikah dengan berpuasa[18].
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Puasa
adalah suatu amal-amal ibadah yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari
segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam
mtahari disertai niat kareena allah dengan syarat dan rukun tertentu.
Puasa
haruslah dilakukan pada selain hari-hari yang telah diharamkan dan dalam
menjalankannyapun harus menghindari hal-hal yang dapat membatalkan
puasa.diantaranya muntah dengan sengaja,ragu, berubah niat, danlain sebagainya.
Puasa mengandung banyak hikmah baik dalam
segi kejiwaan seperti membiasakan sabar dan berprilaku baik. Dalam segi social
seperti sikap saling tolong menolong.dalam segi kesehatan seperti, membersihkan
usus. Maupun dalam segi rohani yaitu selalu berdzikir kepada allah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulah
bin Jarullah bin Ibrahim al- Jarullah.1997. Risalah Ramadhan. Yayasan
Al-Sofwa: Jakarta
Ayub
Hassan muhammad.2004. Puasadan I’tikaf dalam Islam. Bumi Aksara: Jakarta.
Labib
Mz. 2007. Problematika Puasa, Zakat, Haji Dan Umrah. Putra Jaya: Surabaya
[1] Labib Mz.2007.
Problematika Puasa, Zakat, Haji Dan Umrah. Putra Jaya: Surabaya. Hlm 8.
[2]
Ibid, hlm 12.
[3]Ayub
Hassan muhammad. 2004.Puasadan I’tikaf Dalam Islam.Bumi Aksara: Jakarta.
Hlm 2-4.
[4]Ibid,
hlm 27-29.
[5]
Labib Mz.2007. Problematika Puasa, Zakat, Haji Dan Umrah. Putra Jaya:
Surabaya. Hlm 13.
[6]
Labib Mz. Op.cit. hlm 16
[7] Abdulah bin
Jarullah bin Ibrahim al- Jarullah.1997. Risalah Ramadhan. Yayasan
al-Sofwa: Jakarta. Hlm 25
[8]
Ayub Hassan Muhammad. op.cit.
hlm71-72
[9]
Ibid. hlm 74-77
[10]
Ibid. hlm 79-80
[11]Labib Mz. 2007.
Problematika Puasa, Zakat, Haji Dan Umrah.Putra Jaya: Surabaya. Hlm
19-20
[12]Ayub Hassan
Muhammad. 2004. Puasadan i’tikaf dalam islam. Bumi Aksara: Jakarta. Hlm
39.
[13] Ibid, hlm 84.
[14] Ibid, hlm 86.
[15] Ibid, hlm 89.
[16] Labib
Mz.2007. Problematika Puasa, Zakat, Haji Dan Umrah.Putra Jaya: Surabaya.
Hlm 25.
[17]Ayub
Hassan Muhammad. op.cit. hlm 91.
[18] Abdulah
bin Jarullah bin Ibrahim al- Jarullah.1997. Risalah Ramadhan. Yayasan
Al-Sofwa: Jakarta. Hlm 74-76.
makasi gan...
BalasHapus